Biografi Anang Ardiansyah – Pencipta Lagu Banjar

Anang Ardiansyah (lahir di Banjarmasin, 3 Mei 1938) yaitu seorang penyanyi dan pencipta lagu Indonesia, khususnya lagu daerah Banjar. Ia diketahui sebagai pencipta lagu-lagu Banjar terbanyak, yakni sebanyak 103 judul dan menjadi Maestro lagu-lagu Banjar. Satu lagu ciptaannya yang paling tersohor yaitu Paris Barantai.

Karier bermusik

Anang memulai mencipta lagu sejak SMA. Ketika itu ia merantau ke Malang, Jawa Timur pada tahun 1957 untuk berusaha bisa di SMA Islam Malang setelah menepuh SD dan SMP di Banjarmasin. Setahun yang belakang sekali Anang pindah ke Surabaya. Di kota ini ia bergabung dengan Orkes Melayu Rindang Banua yang dipimpin dokter Sarkawi. Orkes ini himpunan pemuda Kalimantan yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Kalimantan. Sebelum bergabung dalam band itu, ia meraih juara harapan seriosa Lomba Nyanyi Langgam di Malang. Di sinilah mereka berusaha bisa membikin lagu Banjar. Saat itu belum mempunyai lagu Kalimantan (Kalsel) diciptakan dengan iringan musik band. Saat itu Anang dan teman-teman band-nya awalnya membikin lagu Banjar dari gubahan lagu-lagu rakyat berupa pantun. Setelah digubah, jadilah lagu-lagu Banjar baru dan bisa diterima warga. Bandnya sering membawakannya saat diundang mengisi perkara perkawinan. Begitu seringnya membawakan lagu Banjar, Rindang Banua menjadi terkenal di Surabaya dan Banjarmasin. Band ini terangkat namanya tahun 1959 saat lagu Paris Barantai masuk rekaman piringan hitam yang dikerjakan Lokananta di Solo.

Menjadi kolonel

Selain berkesenian, Anang juga memiliki karier panjang pada jajaran militer hingga berpangkat kolonel. Seniman Kalsel ini masuk TNI tahun 1962 setelah lulus Sekolah Yang akan menjadi Perwira (Secapa) di Banjarmasin pada 1961.

Selama nyaris 30 tahun bergabung dengan TNI, Anang bekerja ke berbagai daerah, seperti Bandung, Cirebon, Surabaya, Makassar, dan Balikpapan. Terakhir ia bekerja di Banjarmasin. Selama bekerja pun, ia terus membikin lagu Banjar. Saat bekerja di Kalimantan Timur, Anang sempat membikin lagu untuk daerah setempat, seperti Balikpapan, Sarung Samarinda, Di Hunjuran Mahakam, Di Panajam Kita Badapat, dan Apo Kayan. lagu-lagu itu direkamnya dalam kaset pada 1987 dengan judul Curiak.

Berkesudahan di militer (dengan posisi terakhir sebagai pemeriksa di Inspektorat Daerah militer VI/Tanjungpura, Balikpapan), tahun 1992 Anang membentuk kelompokan musik Tygaroon's Group dan mendirikan Tygaroon's Mini Studio. Dari studio itulah beberapa album lagu Banjar dibuatnya.

Keaktifan berkesenian mulai menurun ketika Anang terjun di dunia politik. Periode 1999-2004 ia menjabat Wakil Ketua DPRD Hulu Sungai Utara dan Ketua Dewan Pengurus Daerah Partai Golkar Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Sepele dicerna

Era 1980-an memang menjadi milik Anang. Masa itu banyak lagunya direkam, baik berupa album sendiri maupun bersama lagu Banjar ciptaan Seniman lain. lagu-lagu itu dikemas dalam alunan pop, latin, jazz, dan Melayu.

Karakter lagu dan lirik yang sepele dicerna dan memiliki pesan moral membikin lagu-lagunya populer. Lirik lagu-lagu Banjar yang diciptakannya itu biasanya berasal dari lagu-lagu rakyat berupa pantun-pantun yang pada masa lalu mengembang di tepian sungai, pesisir, dan daratan.

Jenisnya, mempunyai lagu rantauan berupa lagu rakyat yang mengembang di tepian sungai dengan ciri beralun seperti gelombang sungai. Lengkingan suara yang diperdengarkan seperti meratapi nasib, sedangkan lagu pandahan berupa lagu-lagu pada tari japin yang hidup di Banua Anam. lagu-lagu ini dinyanyikan saat mairik banih (melepas bulir-bulir padi dari tangkainya dengan cara diinjak-injak). Terakhir pasisiran, yaitu lagu-lagu yang mengembang di daerah Kotabaru, biasanya dinyanyikan untuk mengiringi tarian japin Sigam.

Kata Anang, lagu Banjar nyaris 80 persen lagu Melayu. Tetapi dalam perkembangannya, lagu ini tak lagi memiliki cengkok mengalun seperti lagu Melayu. Irama lagu Banjar semakin tegas, mungkin karena 20 persennya mendapat pengaruh lain seperti Dayak, China, Arab, dan Jawa.

Meski berusia 70 tahun, Seniman yang bijak melakukan permainan gitar sejak kelas IV SD ini mengaku tetap rutin pergi ke Taman Adat Kalsel. Selain bersilaturahmi dengan sesama Seniman, ia juga masih menyempatkan diri mengajar menyanyi untuk anak sekolah.