Biografi Apollonius – Pakar Geologi Terbesar Yang Memiliki Pengaruh Dalam Dunia Matematika

Apollonius disebut sebagai pakar pengukur tanah (geometer) terbesar. Namun, karya-karyanya justru berdampak besar bagi perkembangan matematika. Informasi mengenai jati dirinya tidak diketahui Secara pasti. Menurut sebuah sumber, ia berada di masa pemerintahan Ptolemy Euergetes dan Ptolemy Philopatus. Bahkan, ada informasi yang menyebutkan bahwa Apollonius adalah pengikut Ptolemy Philadelphus. Diperkirakan, umur Apollonius 25-40 tahun lebih muda dibandingkan dengan Archimedes.

Sementara itu, sumber lain menyebutkan bahwa pada tahun 262 SM Apollonius pergi ke Perga, Pamphylia (sekarang dikenal dengan sebutan Murtina atau Murtana), terletak di Antalya, Turki. Saat itu, Perga merupakan pusat kebudayaan dan lokasi berdirinya Kuil Artemis. Kemudian, Apollonius muda pergi ke Alexandria untuk belajar di bawah bimbingan para pengikut Euclid. Apollonius pun sempat mengajar di sana.

Selanjutnya, ia pergi ke Pergamun yang memiliki universitas dan perpustakaan besar. Pergamun merupakan nama lain kota Bergama, sebuah kota Yunani kuno yang terletak di provinsi Izmir di Turki. Kota ini terletak 25 km dari Laut Aegean, tepatnya di perbukitan sebelah utara Lembah Sungai Caicus (sekarang disebut Sungai Bakir). Di sana, Apollonius bertemu dengan Eudemus, penulis Hystory of Geometry. Selain itu, ia juga diperkirakan bertemu dengan Raja Attalus I dari Pergamun. Perkiraan ini didasarkan pada bagian kata pengantar buku Apollonius yang menyebutkan bahwa ia menunjukkan rasa hormat dan sembah takzim kepada Attalus.

Karya-karya Apollonius, termasuk Cutting-of Ratio, Cutting-off of an Area, On Determinate Section, Tangen, Vergings, dan Plane Loci, hilang dan tidak ditemukan rimbanya. Barangkali, skema bilangan merupakan salah satu bagian yang terselamatkan dari bagian terakhir buku keduanya yang berjudul Mathematical Collections. Ia juga menulis Quick Delivery yang berisi pengajaran tentang tips atau teknik penghitungan cepat.

Bukunya yang terkenal berjudul Conics. Dalam buku pertamanya itu, ia membahas segala sesuatu yang ber­hubungan dengan hal-hal mendasar tentang kurva. Da­lam buku ini juga disebutkan teorema dan transformasi koordinat dari sistem yang didasarkan pada tangen dan diameter pada titik P, yang berada pada kerucut, ke dalam sistem baru yang ditentukan oleh tangen dan diameter dari titik Q yang berada pada kurva yang sama. Ia sangat mengenal karakteristik hiperbola dengan azimut sebagai absisnya. Persamaan xy = c2 adalah hiperbola sama sisi yang mirip dengan rumus Hukum Boyle tentang gas.

Dalam buku kedua, ia melanjutkan pembahasan tentang tangen dan diameter dengan menggunakan proposisi-proposisi dan gambar-gambar kurva.

Sementara itu, dalam buku ketiga, ia mengungkapkan teorema-teorema yang bermanfaat untuk melakukan operasi sintesis dan solid loci penentuan limit. Ia menyatakan bahwa Euclid sama sekali belum menyinggung topik ini.

Sedangkan, buku keempat menggambarkan cara memotong bagian kerucut. Rupanya, ide tentang hiperbola, 2 cabang yang berlawanan arah, merupakan gagasan Apollonius. Buku kelimanya berhubungan dengan maksimum dan minimum garis lurus yang bersinggungan dengan ke­rucut. Saat menulis buku ini, Apollonius tidak per­nah berpikir bahwa konsep-konsep yang dituangkannya akan mendasari dinamika bumi (terrestial) dan me­kanika alam semesta (celes­tial).

Sementara itu, buku keenamnya berisi proposisi- proposisi tentang bagian kerucut, sama ataukah berbeda, dan mirip ataukah berlainan. Dalam buku itu, ditemukan sebuah proposisi yang membuktikan bahwa apabila sebuah kerucut dipotong oleh 2 garis sejajar, terjadilah bagian-bagian hiperbolik dan eliptik, yaitu bagian yang mirip, namun tidak sama.

Dalam bukunya ketujuh, ia kembali membahas tentang conjungate diameter-diameter dan berbagai proposisi-proposisi baru yang membahas diameter dari bagian-bagian kerucut. Dengan demikian, konsep para­bola, hiperbola, dan elips telah memberikan sumbangan yang besar dalam bidang astronomi modern.Bahkan buku Newton yang berjudul ‘Principia', memberi harapan kepada banyak orang untuk melakukan perjalanan ke luar angkasa. Namun, baru sekitar tahun 60-an, setelah konsep minimal, maksimal, dan tangen yang ditemukan oleh Apollonius dapat dipahami, manusia bisa melakukan perjalanan ke luar angkasa.

Apollonius meninggal pada tahun 190 SM. Selan­jutnya, setelah ada “sentuhan” Pappus, karya Apollonius digeneralisasikan oleh Descartes untuk menguji geometri analitik. Pada abad ke-17, karya Apollonius ditemukan oleh para bangsawan Prancis (termasuk Fermat), sehingga memberikan pengaruh besar bagi para matematikawan Prancis pada umumnya, dan Fermat pada khususnya.