Biografi Arfi'an Fuadi dan M. Arie Kurniawan – Lulusan SMK yang Ungguli Insinyur Oxford dan Doktor Swedia dalam Desain Jet Engine Bracket

Siapa bilang Indonesia tidak punya SDM unggul dalam bidang desain? Buktinya, Arfi'an Fuadi dan M. Arie Kurniawan, kakak beradik lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) menjadi juara pertama dalam 3D Printing Challenge yang diadakan General Electric di Amerika Serikat pada 11 Desember 2013. Mereka berhasil merancang jet engine bracket seberat 327 gram (84% lebih ringan dari desain sebelumnya yang seberat 2 kilogram).

Dalam kompetisi yang bertujuan untuk mengurangi beban mesin dan konsumsi bahan bakar pesawat itu, mereka berhasil menyisihkan 700 karya dari 56 negara, antara lain Inggris, Swedia, Italia, Polandia, Hungaria, dan Australia.

Terlahir dari keluarga dengan ekonomi pas-pasan tak lantas membuat Arfi'an dan Arie berkecil hati. Putra dari pasangan Akhmad Sya'roni dan Arumi itu punya mimpi besar.

Arfi'an, kelahiran 2 Juni 1986, lulusan SMKN 7 Semarang (2005) dan Arie, kelahiran 11 Juli 1991, tamatan SMKN 3 Salatiga (2009) memiliki passion di bidang desain teknik. Meskipun tidak berkesempatan mendalaminya secara formal, mereka belajar desain secara autodidak dari dunia maya.”Kalau tantang desain atau manufaktur, bisa belajar secara autodidak. Namun, ide dan eksekusi ide itulah yang mahal, tidak dimiliki semua orang,” tutur Arfi'an.

Ketika lulus dari SMK, Arfi'an mencoba berwirausaha, mulai dari berjualan susu segar, menjaga tambal ban, menjaga bengkel, hingga menjadi tukang cetak foto. Setelah itu, Arfi'an bekerja di kantor pos, menjadi penjaga malam, hingga menjadi petugas di loket pengiriman surat.

Dari pekerjaannya di kantor pos, Arfi'an bisa mengumpulkan uang Rp. 1,5 juta. Dengan tambahan uang dari ayahnya, Arfi'an akhirnya membeli komputer bekas. Saat itulah ia mulai memberanikan diri menggarap proyek desain yang ditawarkan di situs freelance, www.elance.com.

Seiring waktu, pekerjaan makin banyak. Arfi'an memberanikan diri untuk fokus pada pekerjaan barunya dan memutuskan keluar dari kantor pos. Hampir semua proyek yang ditawarkan ia sanggupi.

Bermodal komputer bekas, bersama Arie yang juga tertarik mengikuti jejaknya, mereka mendirikan Dtech-Engineering pada 2009, sebuah perusahaan desain mekanik. Berkat situs Elance, selain digunakan untuk mencari proyek, mereka pun mendapatkan umpan balik berupa penilaian. Dengan demikian, calon klien bisa mengetahui kualitas pekerjaan mereka dan memungkinkan Dtech mendapatkan referensi.

Selama lima tahun berjalan, customer satisfaction ranking Dtech mencapai angka 4,98 dari 5. Sementara itu, Elance sendiri, sebagai situs freelance terbesar di dunia, memberikan nilai 5 dari 5.

Sejauh ini, Dtech sudah melayani lebih dari 150 klien dari berbagai belahan dunia, seperti Amerika, Eropa, Singapura, Australia, dan Selandia Baru. Order yang diterima pun sangat beragam. Namun, pada Tahun 2012, Dtech pernah ditipu klien. Seorang pemberi proyek dari AS memesan pulpen berbahan aluminium. Ketika sudah mengerjakan 30 persen dari total 400 buah pulpen yang diminta, ternyata pesanan itu tidak dibayar.

Meski demikian, langkah mereka tak surut. Tahun 2013, Arfi'an bekerja sama dengan warga AS menggarap proyek Coco Pen, pulpen eksklusif yang terbuat dari aluminium solid dan batok kelapa yang diproduksi di Salatiga. Produk tersebut dijual di www. kickstarter.com dalam jumlah terbatas dengan harga US$79-99 per unit.

Mereka juga membuat PuterPen, pulpen dari titanium yang dibuka dengan cara diputar. Berbeda dengan Coco Pen, penutup PuterPen tak akan dapat terlepas dari badannya. Keduanya merupakan produk kerajinan tangan dan eksklusif yang dibuat oleh dua tenaga kerja mereka.

Kini, mereka bisa membangun rumah untuk orang tuanya, mobil, dan juga lahan untuk membangun kantor serta tempat produksi. Bagi mereka, uang bukan lagi yang utama. Mereka tertantang untuk mempelajari hal baru, membuat hal baru, dan mendapat informasi baru.

“Ngetop” Seusai Mengalahkan Lulusan Oxford

Meski sudah menggeluti bisnis desain mekanik sejak 2009, Arfi'an dan Arie baru tenar setelah memenangkan kompetisi 3D Printing Challenge yang diadakan General Electric. Mereka menjadi juara pertama, mengalahkan doktor dari Swedia dan insinyur lulusan Oxford University yang bekerja di perusahaan Airbus, juga insinyur-insinyur lain dari seluruh dunia. Alhasil, branding Dtech-Engineering makin mantap.

Banyak orang Indonesia menganggap seram pasar global. Padahal, menurut mereka, pasar global justru lebih menjanjikan. Kualitas menjadi modal untuk bertarung di pasar internasional. Lagi pula, bisnis di pasar global bisa dimulai dari partai kecil.

Setidaknya, ada dua kunci sukses jika mau berbisnis di pasar global, yakni ide dan eksekusi yang bagus. Tren pasar global yang selalu berubah juga harus diikuti perkembangannya.