Biografi Arie Frederick Lasut – Pejuang Tondano, Ahli Geologi dan Pertambangan

Sesosok mayat ditemukan di daerah Pakem, utara Yogyakarta, tanggal 7 Mei 1949. la tidak U meninggal dengan wajar. Terdapat luka-luka bekas tembakan pada tubuhnya. Tak terkirakan keterkejutan orang-orang setelah mengetahui siapa jasad yang membujur kaku itu, Arie Frederick Lasut! Salah seorang dari sedikit Ahli Geologi dan Pertambangan yang dimiliki Indonesia.

Arie Frederick Lasut dilahirkan di Tondano, Sulawesi Utara, 6 Juli 1918. la seringkali berpindah-pindah tempat tinggal hingga sekolahnya pun ditempuhnya di kota-kota yang berbeda-beda. Uniknya lagi, sekolahnya juga berbeda-beda sebelum akhirnya berkecimpung di dunia Geologi dan Pertambangan. Sekolah AMS (Algemenee Middelbare School) diselesalkannya di Jakarta. Arie kemudian melanjutkan ke Sekolah Guru di Ambon, Maluku, kemudian ia pindah ke Bandung Jawa Barat, hingga Sekolah Guru tidak berhasil ditamatkannya. Arie juga tercatat pemah bersekolah di Kedokteran (1937), namun itu hanya dilakukannya selama setahun saja mengingat tiada ada biaya lagi baginya untuk meneruskan kuliah. Tahun 1939 Arie mendapat beasiswa dari Dinas Pertambangan hingga ia bisa bersekolah lagi di Sekolah Teknik Tinggi Bandung (kini ITB). Lagi-lagi Arie Frederick Lasut tidak bisa tamat dari sekolah teknik yang sangat bergengsi di tanah air itu karena Perang Dunia II keburu meletus.

Arie banting stir. Keinginannya untuk menimba ilmu serasa tak dapat lagi dicegah hingga ia masuk ke pendidikan militer di Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO – Pendidikan Perwira Cadangan).

Ketika Jepang masuk ke Indonesia, Arie Frederick Lasut turut mengangkat senjata melawan pasukan Jepang di Ciater, utara kota Bandung. Dalam masa pendudukan Jepang itu, Arie Frederick Lasut juga bekerja di Chrisitsu Chogayo Bandung sebagai asisten Geologi. Ketika kemerdekaan diraih Indonesia dan Chrisitsu Chogayo diubah namanya menjadi Jawatan Tambang dan Geologi, Arie dipercaya menjadi petugas dijawatan tersebut dengan mengemban tugas penting : menyimpan semua asset-aset pertambangan yang berharga dalam bentuk kerahasiaan. Ia juga mempelopori beridirinya Sekolah Khusus Pertambangan Rendah, Sekolah Laboran Geologi dan Sekolah Pertambangan Geologi Menengah dan Tinggi yang berdiri di kota Magelang, Jawa Tengah.

Arie dikenal pula sebagai sosok yang terlibat aktif dalam berbagai organisasi. Bersama teman-teman Sedaerahnya Arie mendirikan Organisasi Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi Selatan (KRISS) dan ia juga tercatat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Saat Belanda kembali ke Indonesia dengan melakukan agresi militernya, Belanda mengetahui kemampuan dan pemahaman Arie yang tinggi dalam bidang pertambangan dan geologi. Kemampuan seperti itu sangat menjanjikan untuk mendatangkan keuntungan yang tidak sedikit. Belanda lalu mengajak Arie bekerja sama. Arie dengan tegas dan berani menolak tawaran kerja sama Belanda. la tetap bersikukuh dengan penolakannya, sekalipun ia ditawari jabatan yang tinggi dan gaji serta fasilitas yang sangat memuaskan. Penolakan Arie membuat pihak Belanda murka. Lelaki Tondano itupun diculik Polisi Militer Belanda pada tanggal 7 Mei 1949 dan dibawa ke utara kota Yogyakarta. Di Pakem riwayat hidup Arie Frederick Lasut berakhir setelah senapan Polisi Militer Belanda memuntahkan peluru ke tubuhnya.

Arie Frederick Lasut meninggal dalam ketegarannya sebagai anak bangsa yang tidak bersedia sedikitpun bekerja sama dengan penjajah. Pengabdian pada bangsa dan tanah air yang dicintainya tidak bisa digantikan dengan uang, jabatan maupun imbalan fasilitas mewah seperti yang dijanjikan Belanda.

Jenazah pejuang Tondano itu kemudian dimakamkan Taman Makam Pahlawan Gondomanan, Yogyakarta. Pemerintah Indonesia mengangkat Arie Frederick Lasut sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan pada tahun 1969.