Biografi Cipto Mangunkusumo – Tokoh Pergerakan Nasional Indonesia

Ia pemah mendapat bintang emas van Oranje Nassau dari pemerintah kolonial Belanda karena dinilai berjasa memberantas penyakit pes yang mewabah di Kepanjen, Malang, pada tahun 1912. Namun ketika ia tidak diperbolehkan melakukan hal yang sama di Solo dan sekitarnya, ia lalu mengembalikan bintang jasa tersebut, Ia adalah dokter Cipto Mangunkusumo.

Cipto Mangunkusumo dilahirkan di Pecangakan, Ambarawa, pada tanggal 4 Maret 1886. la terhitung segelintir orang pribumi yang berhasil masuk serta menamatkan pendidikan di Sekolah Dokter Boemi Poetera (STOVIA), Jakarta. Setelah menyandang gelar dokter, Cipto Mangunkusumo bekerja pada pemerintah kolonial Belanda di Jakarta dan dipindahkan ke Demak tak lama kemudian.

Cipto Mangunkusumo sa­ngat prihatin de­ngan kondisi rakyat Indonesia. Selain memberikan pengobatan gratis bagi rakyat, ia juga me­nuliskan kondisi memilukan yang di­temuinya sehari-hari itu pada harian De Express yang di­ pimpin Danudirja Setiabudhi. Akibat tulisannya, pemerintah kolonial Belanda menjadi berang dan Cipto diberhentikan dari jabatannya sebagai dokter pemerintah.

Kenyataan yang dialaminya membuat Cipto segera mengalihkan perjuangannya dalam kancah politik. Bersama dengan Danudirja Setiabudhi (Douwes Dekker) dan Ki Hadjar Dewantara (Suwardi suryaningrat), Cipto mendiri­kan organisasi politik Indische Partij (IP) yang meru­pakan organisasi politik pertama yang bergerak di bi­dang politik dengan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. IP didirikan di Bandung, pada tanggai 25 Desember 1912. Karena perjuangan mereka yang sa­ngat memusuhi pemerintah kolonial Belanda, ketiga­nya – yang terkenal dengan sebutan Tiga Serangkai – ditangkap dan kemudian dibuang ke negeri Belanda selama 6 tahun.

Sepulang dari pengasingannya, Cipto tidak menghentikan perjuangan sucinya, ia terus aktif dalam pergerakan nasional. Bersama Danudirja Setiabudhi, ia membina Kesatria Institute pada tahun 1922. Pemerintah kolonial Belanda kembali me­nangkapnya dan membuang Cipto ke Banda Neira selama 13 tahun, kemudian kembali di­asingkan di Makassar, Sukabumi dan akhirnya di Jakarta.

Di Jakarta, Cipto mendirikan rumah sakit – kelak terkenal dengan nama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) – dan di Jakarta itu pula ia menghembuskan napas terakhirnya, 8 Maret 1943. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Watu Ceper, Ambarawa, Jawa Tengah. Pe­merintah Indonesia mengangkatnya sebagai Pahla­wan Pergerakan Nasional pada tahun 1964.