Biografi Fajar Budiprasetyo – Pendiri HappyFresh

Mengusung perkembangan teknologi yang berkembang begitu pesat, muncul banyak sekali startup yang memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Termasuk saat berbelanja. Jika dulu orang-orang hanya bisa berbelanja di supermarket saja, sekarang, mereka bisa berbelanja melalui aplikasi online untuk memudahkan mereka mendapatkan produk-produk kebutuhan tanpa harus pergi ke supermarket.

HappyFresh merupakan salah satu platform belanja online yang dapat memudahkan pengguna untuk berbelanja seperti itu. HappyFresh merupakan solusi bagi orang yang tidak sempat pergi ke supermarket lalu ia ingin menyuruh orang untuk membelikan belanjaannya di supermarket yang ia mau.

Di HappyFresh, pengguna bisa memilih supermarket yang dituju untuk berbelanja, memilih produk dan memasukannya ke keranjang. Lalu menyuruh shopper untuk membelanjakan kebutuhan tersebut di supermarket yang dipilih. Kemudian, shopper akan memberikan barang belanjaan kepada driver khusus yang akan mengantarkan barang belanjaan ke rumah.

Saat ini, HappyFresh sudah bisa diakses di lokasi Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi, BSD, Malang dan Surabaya. Dan juga sudah beroperasi di beberapa negara Asia Tenggara seperti Thailand dan Malaysia.

Berdiri tahun 2014 dan sudah beroperasi dengan baik dan berkembang dengan pesat sejak tahun 2015, siapa sangka bahwa sebelum HappyFresh berdiri, ada lika liku perjalanan yang cukup panjang dari salah satu pendiri yaitu Fajar Budiprasetyo yang menjabat sebagai CTO HappyFresh.

Sebelum bisa menciptakan konsep model bisnis yang baik untuk HappyFresh, Fajar mengaku ada banyak sekali tantangan yang ia hadapi hingga jatuh bangun untuk menemukan konsep bisnis yang ia cari. Lalu bagaimana kisah sukses Fajar pendiri HappyFresh, simak berikut ini:

Awal Perjalanan

Fajar Budiprasetyo merupakan lulusan dari Ohio University jurusan Computer Science pada tahun 2001. Pada masa itu saat ia tinggal di San Fransisco dan bekerja di salah satu perusahaan online di Amerika, Fajar begitu merasakan naik turunnya industri-industri bisnis di zaman itu yang sempat membuatnya sulit menjalani kehidupan. Pada tahun 2004, Fajar kembali ke Indonesia dan bersama rekan-rekannya, ia mendirikan sebuah sosial media Koprol yang pada waktu itu dibeli oleh Yahoo!

Namun pada tahun 2012, Koprol dihentikan oleh Yahoo!, kemudian Fajar mendirikan kembali sebuah perangkat lunak bernamakan Ice House. Yang berguna untuk melayani pembuatan aplikasi untuk klien-klien yang membutuhkan. Namun, Fajar menemukan ketidakpuasan selama membangun IceHouse. Hal itu membuat ia kembali meninggalkan usaha yang dijalaninya dan membangun sebuah produk digital sendiri di bidang enterprise communication.

Produk digital yang dibangun oleh Fajar ternyata juga menemui jalan buntu akibat tidak menemukan momentum. Akhirnya, Fajar kembali menutup usahanya tersebut. Beberapa waktu selang, bersama rekan pengusahanya bernama Markus Bihler, mereka membangun sebuah platform online groceries bernama HappyFresh. Disinilah, Fajar akhirnya menemukan titik terang dalam membangun sebuah startup yang berkembang hingga saat ini.

Dalam membangun HappyFresh, Fajar menerapkan skema Scrum Agile pada pengembangan aplikasi. Skema ini sudah Fajar pelajari sejak ia dulu ada di Yahoo! dan ia terapkan pada HappyFresh dengan baik.

Hasil daripada konsep ini adalah, kebutuhan pengguna yang terus terpenuhi karena selalu diperbarui. Karena berbeda dengan industri fashion dan gadget, pada online groceries, ada beberapa taktik yang harus diterapkan secara berbeda karena terdapat perbedaan dalam memenuhi kebutuhan konsumen.

Perkembangan HappyFresh

Dipimpin oleh Markus Bihler sebagai CEO, HappyFresh mendapatkan investasi sebesar 171 miliyar rupiah dari beberapa investor seperti Sinar Mas Digital Ventures, Asia Venture Group, Ardent Capital, BEENEXT, Cherry Ventures, dan 500 Startups. Dana ini digunakan untuk mengembangkan HappyFresh menjadi pemimpin perusahaan online groceries di Asia.

HappyFresh sendiri pertama kali beroperasi pada tahun 2014 di Kuala Lumpur, Malaysia. Kemudian berkembang hingga tahun 2015 di Indonesia di beberapa wilayah. Dengan cepat, HappyFresh beroperasi di negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand dan Filipina. HappyFresh pun berhasil memperkerjakan jutaan shopper dan driver khusus HappyFresh di berbagai wilayah.

Hingga tahun 2016, HappyFresh telah bekerja sama dengan beberapa merek Hypermarket terkenal seperti Lottemart, Rnchmarket, Superindo, dan lain-lain. Pada akhir tahun 2016, Markus Bihler beralih menjadi Vice President. Posisi CEO nya kemudian digantikan oleh Guillem Segarra. Peralihan jabatan ini merupakan langkah awal yang menyukseskan HappyFresh.

Pada tahun 2017, HappyFresh akhirnya berhasil menggandeng Transmart Carrefour sebagai mitra. Karena keberhasilannya ini, tahun demi tahun, HappyFresh bisa mendapatkan mitra-mitra retail baru yang tersebar di berbagai wilayah, tidak hanya hypermarket atau supermarket saja. Namun juga beberapa toko spesial seperti toko kue, toko bunga, toko cokelat, pet foods, toko minuman, make up dan lain-lain.

Tantangan Demi Tantangan

Bagi Fajar, tantangan terberat dari HappyFresh ada pada sisi marketing dimana mereka harus bisa mengedukasi masyarakat tentang penggunaan online groceries. Karena belum semua masyarakat di Indonesia tersadarkan untuk memanfaatkan platform belanja online yang satu ini.

Setelah maraknya penggunaan platform-platform seperti ojek online, HappyFresh harus lebih bisa meyakinkan akan kebutuhan masyarakat Indonesia dalam memanfaatkan online groceries seperti HappyFresh.

Selain itu, HappyFresh juga berhadapan dengan situasi dimana pengguna harus bisa mendapatkan produk segar seperti yang mereka harapkan. Jika biasanya seseorang membeli buah di pasar secara langsung, ia bisa memilih buah mana yang bagus dari bentuk, warna, dan kesegaran. Sementara jika melalui platform online, pengguna tidak dapat melihat produk secara langsung.

Fajar beserta rekan-rekannya mengatasi hal ini dengan memberikan training kepada para shopers agar ketika berbelanja bisa memilih produk belanja yang bagus untuk dikonsumsi terutama makanan. Tantangan lain yang dihadapi oleh HappyFresh juga adalah update produk pada aplikasi tidak sama dengan stock barang yang ada. Sehingga sering terjadi ketidaktersediaan produk saat berbelanja.

Fajar juga menciptakan aplikasi khusus personal shopper dimana para shopper akan dilatih untuk memantau setiap produk-produk yang dipesan oleh konsumen melalui aplikasi dan bisa memperkirakan estimasi belanja agar tepat waktu. Tantangan yang harus dihadapi adalah bagaimana kecepatan shopper dalam berbelanja, mencari produk yang dibutuhkan sehingga bisa diantar sesuai waktu yang ditentukan konsumen.

Untuk mengatasi ini, pada aplikasi HappyFresh, pengguna harus menentukan waktu estimasi kapan pengiriman dalam selang 1 jam. Bisa hari ini atau besok pada waktu pagi, siang, atau sore. Shopper akan berbelanja satu jam sebelum estimasi waktu pengiriman. Sehingga memiliki spare waktu yang lumayan untuk mencari produk dan mengabari konsumen jika ada produk yang tidak ada. Kemudian langsung memberikan ke driver untuk diantar.

Hingga sekarang, Fajar beserta rekan-rekannya masih terus mengatasi hal-hal yang tidak memuaskan konsumen dengan selalu memperbarui sistem pada aplikasi dan juga melakukan pencocokan update stock produk dari supermarket. Sehingga pengguna dapat selalu melihat apakah produk yang dicarinya tersedia di supermarket yang ia pilih atau tidak.

Apa yang bisa kita pelajari dari seorang Fajar Budiprasetyo adalah, bahwa dalam kegagalan yang dilewati, ada banyak ilmu yang bisa kita dapati. Ilmu-ilmu tersebut dapat berguna untuk menciptakan sebuah produk kesuksesan nantinya.

Hal ini terbukti ketika dulu Fajar menjalankan usaha sebelum HappyFresh, ia telah mengambil banyak ilmu untuk ia ciptakan sebuah konsep baru dalam pengembangan produk yang dapat berguna di masa mendatang.