Biografi Francis Bacon – Bapak Metode Ilmiah

Francis Bacon adalah seorang filsuf, negarawan, dan penulis Inggris. Ia juga dikenal sebagai seorang pendukung revolusi Sains. Ia termasuk toko terkemuka dalam filsafat alam dan metodologi ilmiah dalam periode transisi antara era Renaissance dengan era awal modern. Sebagai seorang ahli hukum, anggota parlemen, sekaligus penasihat ratu, ia menulis banyak pertanyaan dalam bidang hukum, kenegaraan, dan agama, sebagaimana dalam politik kontemporer. Selain itu, ia juga memublikasikan teks-teks yang dispekulasi sebagai konsep-konsep kemasyarakatan yang mungkin terjadi, serta merenungkan pertanyaan-pertanyaan tentang etika (Essays), meskipun bidangnya adalah filsafat alam (The Advancement of Learning).

Bacon memang bukanlah orang pertama yang menemukan arti kegunaan penarikan kesimpulan secara induktif, serta bukan orang pertama yang memahami keuntungan-keuntungan yang mungkin diraih oleh masyarakat pengembang ilmu pengetahuan. Namun tak ada orang sebelum Bacon yang pernah menerbitkan serta menyebarkan gagasan seluas dan sesemangat itu. Lebih dari itu, sebagian karena Bacon adalah seorang penulis yang sangat hebat, sebagian karena kemasyhurannya selaku politikus terkemuka, dan sebagian lagi karena sikap Bacon terhadap ilmu pengetahuan betul-betul mempunyai makna yang besar. Tatkala Royal Society of London (kelompok elite orang pilihan Kerajaan Inggris) didirikan pada tahun 1662 untuk menggalakkan ilmu pengetahuan, para pendirinya menyebut jika Bacon sebagai sumber inspirasinya.

Bacon lahir di London pada tahun 1561. Ia anak pegawai eselon tinggi pada masa Ratu Elizabeth. Saat menginjak usia dua belas tahun, ia masuk di Trinity College di Cambridge. Tetapi, baru tiga tahun di sana, ia keluar begitu saja tanpa memperoleh gelar apa pun. Mulai umur enam belas tahun, ia bekerja pada staf kedutaan besar Inggris di Paris. Namun, ketika umurnya memasuki delapan belas tahun, sang ayah meninggal dunia secara mendadak dan hanya mewariskan sedikit uang untuknya. Mungkin lantaran hal itulah ia kemudian belajar hukum, dan pada umur 21 tahun menjadi pengacara.

Bacon adalah bapak dari metode ilmiah, yang fundamental bagi filsafat alami. Dalam magnum opus, Novum Organum atau New Instrument, Bacon ber­argumentasi bahwa meskipun pada umumnya filsafat menggunakan silogisme deduktif untuk menginter­pretasikan alam, terutama menurut logika Aristoteles, seorang filsuf seharusnya juga memulai melalui penalaran induktif dari fakta ke aksioma, lalu ke hukum fisika. Sebelum memulai penalaran secara induksi, seorang filsuf harus mengosongkan pikirannya dari segala prasangka yang dapat menyebabkan kegoyahan terhadap kebenaran. Oleh Bacon, hal ini dinamakan “idola”.

Karya-karya Bacon membangun dan memopulerkan metodologi induksi untuk penelitian ilmiah, yang sering disebut dengan metode Baconian atau secara sederhana, metode ilmiah. Pada masanya, metode-metode tersebut dihubung-hubungkan dengan tren kepercayaan Hermes dan Alchemy. Meskipun demikian, kebutuhannya terhadap sebuah prosedur yang terencana untuk meneliti semua hal yang alami menandai sebuah pembaharuan dalam kerangka retorik dan teoritis untuk ilmu pengetahuan. Kebanyakan dari kerangka-kerangka penelitian ilmiah ini masih menjadi dasar lahirnya metodologi yang lebih baik hari ini.

Tulisan Bacon yang terpenting adalah yang berkenaan dengan filsafat ilmu pengetahuan. Ia merencanakan suatu kerja besar Instauratio Magna atau Great Renewal dalam enam bagian. Bagian pertama untuk meninjau kembali keadaan ilmu pengetahuan kita. Bagian kedua menjabarkan sistem baru penelaahan ilmu. Bagian ketiga berisi kumpulan data empiris. Bagian keempat berisi ilustrasi sistem baru ilmiah dalam praktik. Bagian kelima menyuguhkan kesimpulan sementara. Dan, bagian keenam berisi sintesis ilmu pengetahuan yang diperoleh dari metode barunya. Maka, tidaklah mengherankan jika skema raksasa tersebut menjadi suatu pekerjaan paling ambisius yang sejak zaman Aristoteles tak pernah terselesaikan. Akan tetapi, buku The Advancement of Learning (1605) dan Novum Organum (1620) dapat dianggap sebagai penyelesaian kedua bagian dari kerja raksasanya.

Novum Organum atau New Instrument adalah buku Bacon yang paling penting. Buku ini pada dasarnya merupakan pernyataan pengukuhan untuk penerimaan metode empiris tentang penyelidikan. Praktik ilmiah yang saat itu bertumpu sepenuhnya pada logika deduktif Aristoteles dipandang tidak ada gunanya, merosot, dan absurd. Karena itu, diperlukan metode baru penelaahan, yaitu suatu metode induktif. Sebab, ilmu pengetahuan bukanlah suatu atik tempat bertolak dan mengambil kesimpulan darinya, tetapi suatu tempat untuk sampai la tujuan.

Karier Bacon sangat cemerlang. Ia dianugerahi gelar kesatria (Sir) pada tahun 1603, kemudian diangkat menjadi Baron Verulam pada tahun 1618, lalu menjadi Viscount St. Alban pada tahun 1621. Namun, karena tidak memiliki keturunan, kedua gelar kebangsawanan tersebut hilang saat kematiannya. Ia menerima julukan sebagai pencipta esai Inggris.

Orang boleh mengatakan bahwa Bacon merupakan filsuf modern pertama. Pandangan keseluruhannya adalah sekuler dan bukannya religius, kendati ia percaya kepada Tuhan dengan keyakinan yang teguh. Ia seorang yang rasionalis dan bukan orang yang percaya kepada takhayul. Ia juga seorang yang empiris dan bukannya seorang dogmatis yang logikanya menda-mencle. Dalam bidang politik, ia seorang realis dan bukan seorang teoritikus. Dengan pengetahuannya yang mendalam dalam penge­tahuan klasik serta keahlian sastranya yang mantap, ia menaruh simpati terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.

Buku terakhir Bacon adalah The New Atlantis, sebuah deskripsi tentang negeri utopis yang terletak di sebuah pulau khayalan di Pasifik. Meskipun pokok cerita diilhami oleh Utopia Sir Thomas Moore, keseluruhan pokok masalah yang terdapat dalam buku Bacon sepenuhnya berbeda. Dalam buku Bacon, kemakmuran dan keadilan di negara idealnya tergantung pada hasil langsung dari pemusatan penyelidikan ilmiah. Secara tersirat, tentu saja, Bacon memberitahu kepada para pembacanya bahwa penggunaan inteligensia dalam penyelidikan ilmiah dapat membuat Eropa makmur dan bahagia seperti halnya penduduk yang hidup di pulau khayalan itu.