Biografi Teuku Umar – Pahlawan Nasional Indonesia
Teuku Umar adalah pahlawan kemerdekaan Indonesia berasal dari Aceh yang berjuang mempertahankan Aceh dari Belanda dengan menggunakan taktik berpura-pura bekerjasama dengan Belanda. Ia melawan Belanda ketika ia telah berhasil mengumpulkan senjata untuk dibagikan ke pasukan Aceh.
Biodata Teuku Umar
- Nama Lengkap : Teuku Umar
- Lahir : Tahun 1854, Meulaboh, Aceh
- Meninggal : 11 Februari 1899, Meulaboh, Aceh
- Kewarganegaraan : Indonesia
- Agama : Islam
Biografi Teuku Umar
Teuku Umar berasal dari keluarga keturunan Minangkabau yang merantau ke Aceh pada akhir abad ke-17. Teuku Umar lahir di Meulaboh Aceh Barat pada Tahun 1854, anak seorang Uleebalang bernama Teuku Achmad Mahmud dari perkawinan dengan adik perempuan Raja Meulaboh. Umar mempunyai dua orang saudara perempuan dan tiga saudara laki-laki.
Teuku Umar dari kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, dan terkadang suka berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat yang keras dan pantang menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah mendapakan pendidikan formal yang baik. Meski ia tidak mendapatkan pendidikan yang baik, ia mampu menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas , dan pemberani.
Nenek moyang Teuku Umar adalah Datuk Makhudum Sati yang berasal dari Minangkabau. Salah satu seorang keturunan Datuk Makhudum Sati pernah berjasa terhadap Sultan Aceh, yang pada waktu itu terancam oleh seorang Panglima Sagi yang ingin merebut kekuasaannya. Berkat jasanya tersebut, orang itu diangkat menjadi Uleebalang VI Mukim dengan gelar Teuku Nan Ranceh.
Teuku Nan Ranceh mempunyai dua orang putra yaitu Teuku Nanta Setia dan Teuku Ahmad Mahmud. Sepeninggal Teuku Nan Ranceh, Teuku Nanta Setia menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Uleebalang VI Mukim. la mempunyai anak perempuan bernama Cut Nyak Dhien.
Perang Aceh
Perang Aceh meletus pada tahun1873, pada saat itu Teuku Umar ikut serta berjuang bersama pejuang-pejuang Aceh lainnya, umurnya baru menginjak 19 Tahun. Mulanya ia berjuang di kampungnya sendiri, kemudian dilanjutkan ke Aceh Barat. Pada umur yang masih muda ini, Teuku Umar sudah diangkat sebagai kepala desa atau keuchik gampong di daerah Daya Meulaboh.
Pada Tahun 1878, Belanda berhasil menguasai Kampung Darat yang pada waktu itu merupakan markas Teuku Umar beserta pasukannya. Karena sudah dikuasai oleh Belanda, maka ia beserta pasukannya mundur ke daerah Aceh Besar sambil menyusun kekuatan dan melancarkan Wakil Panglima Besar (1962-1965) Ketua MPRS (1966-1972) Perang gerilya.
Menikah
Teuku Umar menikah saat berusia 20 Tahun, dengan Nyak Sofiah, anak Uleebalang Glumpang. Untuk meningkatkan derajat dirinya, Teuku Umar kemudian menikah lagi dengan Nyak Malighai, puteri dari Panglima Sagi XXV Mukim.
Pada Tahun 1880, Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak Dhien, puteri pamannya Teuku Nanta Setia. Suami Cut Nya Dien, yaitu Teuku Ibrahim Lamnga meninggal dunia pada Juni 1878 dalam peperangan melawan Belanda di Gle Tarun. Kemudian mereka berdua berjuang bersama untuk melancarkan serangan terhadap Belanda.
Strategi Menghadapi Belanda
Teuku Umar kemudian mencari strategi untuk mendapatkan senjata dari pihak Belanda yang akan ia gunakan untuk menghadapi perlawan Belanda. Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura tunduk pada Belanda dengan menyatakan sumpah setia kepada Van Teijin Gubernur yang merangkap sebagai Panglima Belanda di Aceh.
Belanda berdamai dengan pasukan Teuku Umar pada Tahun 1883. Gubernur Van Teijn pada saat itu juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara untuk merebut hati rakyat Aceh. Teuku Umar kemudian masuk dinas militer Beland dan dianugerahi gelar Teuku Johan pahlawan. Namun, taktik yang digunakan oleh Teuku Umar diketahui oleh Belanda sehingga perdamaian itu tidak berlangsung lama. Belanda mulai menyerang pasukan Teuku Umar kembali.
Tahun 1884 Kapal Inggris “Nicero” terdampar. Kapten dan awak kapal tersebut disandera oleh Raja Teunom. Raja Teunom menuntut tebusan senilai 10 ribu dolar tunai kepada Inggris. Teuku Umar ditugaskan oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk membebaskan kapal tersebut, karena kejadian tersebut telah mengakibatkan ketegangan antara Inggris dengan Belanda.
Teuku Umar menyatakan bahwa merebut kembali Kapal “Nicero” merupakan pekerjaan yang berat sebab tentara Raja Teunom sangat kuat, sehingga Inggris sendiri tidak dapat merebutnya kembali. Namun ia sanggup merebut kembali asal diberi logistik dan senjata yang banyak sehingga dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama.
Dengan perbekalan peralatan Perang yang cukup banyak, Teuku Umar berangkat dengan kapal “Bengkulen” ke Aceh Barat membawa 32 orang tentara Belanda dan beberapa panglimanya. Pemerintah Belanda dikejutkan berita yang menyatakan bahwa semua tentara Belanda yang ikut, dibunuh di tengah laut. Seluruh senjata dan perlengkapan Perang lainnya dirampas.
Teuku Umar juga menyarankan Raja Teunom agar tidak mengurangi tuntutannya. Karena peristiwa tersebut pemerintah Belanda menyuruh pasukan Belanda untuk mencari Teuku Umar beserta dengan pasukannya untuk ditangkap dan dihukum.
Teuku Umar membagikan senjata hasil rampasan kepada tentara Aceh, dan memimpin kembali perlawanan rakyat. dan Teuku Umar berhasil merebut kembali daerah 6 Mukim dari tangan Belanda. Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar kembali ke daerah 6 Mukim dan tinggal di Lampisang, Aceh Besar, yang juga menjadi markas tentara Aceh.
Setelah Insiden Kapal Nicero
2 Tahun setelah peristiwa Nicero, pada 15 Juni 1886 merapatlah ke bandar Rigaih kapal “Hok Canton” yang dinahkodai pelaut Denmark bernama Kapten Hansen, dengan maksud menukarkan senjata dengan lada. Hansen bermaksud menjebak Umar untuk naik ke kapalnya, menculiknya dan membawa lari lada yang bakal dimuat, ke pelabuhan Ulee Lheu, dan diserahkan kepada Belanda yang telah menjanjikan imbalan sebesar $ 25 ribu untuk kepala Teuku Umar.
Teuku Umar curiga dengan syarat yang diajukan Hansen, dan mengirim utusan. Hansen bersikeras dengan Umar bahwa ia harus datang sendiri. Kemudia Teuku Umar mengatur siasat. Pagi dini hari salah seorang Panglima bersama 40 orang prajuritnya menyusup ke kapal dan Hansen tidak tahu kalau dirinya sudah dikepung oleh pasukan Teuku Umar.
Teuku Umar datang ke kapal Hok Canton dan menuntut pelunasan lada sebanyak $5 ribu. Namun Hansen ingkar janji, dan memerintahkan anak buahnya menangkap Umar. Teuku Umar sudah siap, dan memberi isyarat kepada anak buahnya. Hansen berhasil dilumpuhkan dan tertembak ketika berusaha melarikan diri. Belanda sangat marah karena rencananya gagal.
Penyerahan Diri Kembali ke Belanda
Pada September 1893, Teuku Umar menyerahkan diri kepada Gubernur Deykerhooff di Kutaraja bersama 13 orang Panglima bawahannya, setelah mendapat jaminan keselamatan dan pengampunan. Teuku Umar dihadiahi gelar Teuku Johan pahlawan Panglima Besar Nederland. Istrinya, Cut Nyak Dien sempat bingung, malu, dan marah atas keputusan Teuku Umar.
Teuku Umar menunjukkan kesetiaannya kepada Belanda dengan sangat meyakinkan. Setiap pejabat yang datang ke rumahnya selalu disambut dengan menyenangkan. Ia selalu memenuhi setiap panggilan dari Gubernur Belanda di Kutaraja, dan memberikan laporan yang memuaskan, sehingga ia mendapat kepercayaan yang besar dari Gubernur Belanda.
Pada suatu hari di Lampisang, Teuku Umar mengadakan Pertemuan rahasia yang dihadiri para pemimpin pejuang Aceh, membicarakan rencana Teuku Umar untuk kembali memihak Aceh dengan membawa lari semua senjata dan perlengkapan Perang milik Belanda yang dikuasainya.
Pada tanggal 30 Maret 1896, Teuku Umar keluar dari dinas militer Belanda dengan membawa pasukannya beserta 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg amunisi, dan uang 18.000 dollar.
berita larinya Teuku Umar menggemparkan Pemerintah Kolonial Belanda. Gubernur Deykerhooff dipecat dan digantikan oleh Jenderal Vetter. tentara baru segera didatangkan dari Pulau Jawa.
Jenderal Vetter mengajukan ultimatum kepada Umar, untuk menyerahkan kembali semua senjata yang diambil kepada Belanda. Umar tidak mau memenuhi tuntutan itu, maka pada tanggal 26 April 1896 Teuku Johan pahlawan dipecat sebagai Uleebalang Leupung dan Panglima Perang Besar Gubernemen Hindia Belanda.
Teuku Umar mengajak uleebalang-uleebalang yang lain untuk memerangi Belanda. Seluruh komando Perang Aceh mulai Tahun 1896 berada di bawah pimginan Teuku Umar. la dibantu oleh istrinya Cut Nyak Dhien dan Panglima Pang Laot, dan mendapat dukungan dari Teuku Panglima Polem Muhammad Daud. Pertama kali dalam sejarah Perang Aceh, tentara Aceh dipegang oleh satu komando.
Pada bulan Februari 1898, Teuku Umar tiba di wilayah VII Mukim Pidie bersama seluruh kekuatan pasukannya lalu bergabung dengan Panglima Polem. Pada tanggal 1 April 1898, Teuku Panglima Polem bersama Teuku Umar dan para Uleebalang serta para ulama terkemuka lainnya menyatakan sumpah setianya kepada Raja Aceh Sultan Muhammad Daud Syah.
Meninggal Dunia
Pada Februari 1899, Jenderal Van Heutsz mendapat laporan dari mata-matanya mengenai rencana kedatangan Teuku Umar di Meulaboh, dan segera menempatkan sejumlah pasukan yang cukup kuat diperbatasan Meulaboh. Malam menjelang 11 Februari 1899 Teuku Umar bersama pasukannya tiba di pinggiran kota Meulaboh.
Pasukan Aceh terkejut saat pasukan Van Heutsz mencegat. Posisi pasukan Umar tidak menguntungkan dan tidak mungkin mundur. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan pasukannya adalah bertempur. Dalam pertempuran itu Teuku Umar gugur terkena peluru musuh yang menembus dadanya.
Jenazahnya dimakamkan di Mesjid Kampung Mugo di Hulu Sungai Meulaboh. Mendengar berita kematian suaminya, Cut Nyak Dhien sangat bersedih, namun bukan berarti perjuangan telah berakhir. Dengan gugurnya suaminya tersebut, Cut Nyak Dhien bertekad untuk meneruskan perjuangan rakyat Aceh melawan Belanda. Ia pun mengambil alih pimpinan perlawanan pejuang Aceh.
Penghargaan
Berkat pengabdian, perjuangan, dan semangat juang rela berkorban melawan penjajah Belanda, Teuku Umar dianugerahi gelar pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 087 Tahun 1973, tanggal 6 November 1973. Nama Teuku Umar juga diabadikan sebagai nama jalan di sejumlah daerah di tanah air. Salah satu kapal Perang TNI AL dinamakan KRI Teuku Umar (385). Selain itu Universitas Teuku Umar di Meulaboh diberi nama berdasarkan namanya.