Biografi Ibnu Bajjah – Ahli Hukum Gerakan dalam Fisika

Di barat, ia dikenal dengan nama Avempace, Avenpace atau Aben Pace. Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad Ibnu Yahya bin as-Sa’igh at-Tujibi as-Sarakusti, tetapi nama singkatnya yang lebih populer adalah Ibnu Bajjah atau Ibnu Saligh. Ibnu Bajjah dikenal sebagai seorang astronom, musisi, dokter, ahli fisika, psikolog, pujangga, filsuf, dan ahli logika serta ahli matematika.

Ibnu Bajjah terkenal sebagai salah seorang ilmuwan muslim Arab terbesar dari Spanyol yang berhasil mengembangkan beragam ilmu pengetahuan di zaman kekuasaan Dinasti Murabbitun. Ibnu Bajjah adalah filsuf muslim pertama yang memisahkan antara agama dan filsafat. Walau demikian, hal ini tidak berarti bahwa Ibnu Bajjah menolak agama, justru ia menempatkan agama sebagai sesuatu yang dapat dipahami secara rasional.

Dalam filsafatnya, Ibnu Bajjah mengemukakan hakikat |kebenaran, kebahagiaan terbesar dalam hidup, dan cara-cara memperoleh kebahagiaan hidup melalui kegiatan-kegiatan yang melibatkan akal pikiran.

Dalam bidang filsafat, kemampuan Ibnu Bajjah setara dengan al-Farabi ataupun Aristoteles. Dalam bidang ini, ia mengemukakan gagasan filsafat ketuhanan yang menetapkan manusia boleh berhubungan dengan akal fa’al melalui perantaraan ilmu pengetahuan dan pembangunan potensi manusia. Menurut Ibnu Bajjah, manusia boleh mendekati Tuhan melalui amalan berpikir dan tidak semestinya melalui amalan tasawuf sebagai­mana yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali. Dengan ilmu dan amalan berpikir, segala keutamaan dan perbuatan moral dapat diarahkan untuk memimpin serta menguasai jiwa. Upaya ini dapat menumpas sifat hewaniah yang bersarang dalam hati dan diri manusia.

Berdasarkan pendapatnya, seseorang harus berjuang untuk berusaha terhubung dengan alam, baik bersama-sama dengan masyarakatnya ataupun secara terpisah. Kalau masyarakat itu tidak baik, maka seseorang harus menyepi dan menyendiri. Pandangan filsafat Ibnu Bajjah ini jelas dipengaruhi oleh ide-ide al-Farabi. Pemikiran filsafatnya ini dapat dilihat dalam Risalah al-Wida dan kitab Tadbir al-Muttawwahid yang secara umum merupakan pembelaannya kepada karya-karya al-Farabi dan Ibnu Sina.

Satu persamaan yang kentara antara al-Farabi dengan Ibnu Bajjah ialah bahwa keduanya meletakkan ilmu di atas segalanya. Mereka hampir sependapat bahwa akal dan wahyu merupakan satu hakikat yang padu. Upaya untuk memi­sahkan keduanya hanya akan melahirkan sebuah masyarakat dan negara yang pincang. Oleh sebab itu, akal dan wahyu harus menjadi dasar dan asas pem­binaan sebuah negara serta masyarakat yang berbahagia.

Ibnu Bajjah berpendapat bahwa akal boleh digunakan oleh manusia untuk mengenali wujud benda atau Tuhan. Akal dengan sendirinya bisa mengenali perkara-perkara tersebut tanpa harus dipengaruhi oleh unsur-unsur kerohanian melalui amalan tasawuf.

Sebagai ilmuwan agung, Ibnu Bajjah sangat produktif dan banyak menghasilkan beragam karya. Karya-karyanya yang ditulis dalam bahasa Arab itu juga banyak mempengaruhi peradaban Barat dengan diterjemahkan ke dalam bahasa Yahudi dan Latin. Kini, manuskrip asli dan terjemahannya masih tersimpan di Perpustakaan Bodlein, Perpustakaan Berlin, dan Perpustakaan Escurial (Spanyol). Buah pikirnya yang paling populer adalah Risalah al-Wida di mana di dalamnya Ibnu Bajjah menguraikan tentang ketuhanan, kewujudan manusia, alam, dan uraian mengenai bidang-bidang pengobatan.

Karya Ibnu Bajjah lainnya yang cukup berpengaruh adalah Kitab Tadbir al-Mutawahhid. Ibnu Bajjah ternyata juga turut berperan dalam mengembangkan ilmu astronomi Islam. Seorang ilmuwan Yahudi dari Andalusia, Moses Maimonides, menyatakan bahwa Ibnu Bajjah telah mencetuskan sebuah model planet. Selain itu, Ibnu Bajjah pun telah mengkritisi pendapat Aristoteles tentang Meteorologi. Ia bahkan telah mengungkapkan teorinya sendiri tentang Galaksi Bima Sakti sebagai sebuah fenomena luar angkasa yang terjadi di atas bulan dan wilayah sub-bulan. Pendapatnya itu dicatat dalam Ensiklopedia Filsafat Stanford. Guna mendukung penjelasannya itu, Ibnu Bajjah pun melakukan pengamatan terhadap hubungan antara dua planet, yakni Jupiter dan Mars pada tahun 500 H/1106 M.

Selain itu, Ibnu Bajjah juga telah menulis sebuah buku yang berjudul Al-Nafi yang membicarakan persoalan yang berkaitan dengan jiwa. Pembahasan di dalamnya banyak dipengaruhi oleh gagasan pemikiran filsafat Yunani karena Ibnu Bajjah banyak membuat ulasan terhadap karya dan hasil tulisan Aristoteles dan Galen. Beliau pun juga telah sangat berjasa dalam mengem­bangkan psikologi Islam yang didasarkannya pada ilmu fisika. Dalam risalah yang ditulisnya, Recognition of the Active Intelligence, Ibnu Bajjah menulis bahwa inteligensia aktif adalah kemampuan yang paling penting bagi manusia. Dia juga menulis banyak hal tentang sensasi dan imajinasi.

Dalam bidang fisika Islam, Ibnu Bajjah mengung­kapkan hukum gerakan. Prinsip-prinsip yang dikemukakannya itu kini menjadi dasar bagi pengembangan ilmu mekanika modern. Pemikirannya dalam bidang fisika banyak mempengaruhi para fisikawan Barat dari Abad Pertengahan seperti Galileo Galilei. Tak heran, jika hukum kecepatan yang dikemukakannya sangat mirip dengan yang dipaparkan Galilei. Ibnu Bajjah juga merupakan fisikawan pertama yang mengatakan bahwa selalu ada reaksi untuk setiap aksi. Pemikiran beliau mengenai analisis gerakan juga sangat mempengaruhi pemikiran Thomas Aquinas. Inilah salah satu bukti betapa peradaban Barat begitu berutang pada sains yang telah dikembangkan pada ilmuwan muslim Abad Pertengahan. Ibnu Bajjah meninggal dunia pada tahun 1138 M.